Saat
artikel ini ditulis, begitu banyak kontroversi di masyarakat berkaitan
dengan rencana pemerintah untuk menaikkan harga BBM secara bertahap karena
secara bertahap pula subsidi terhadap BBM akan dihapuskan. Kita ketahui
kebijaksanaan ini sangat terpaksa diambil pemerintah sehubungan dengan
desakan pencapaian keseimbangan anggaran belanja tahunan negara kita.
Ada
dua hal yang harus dipisahkan dari kasus yang sangat menarik ini. Yang
pertama adalah kebijaksanaan penghapusan subsidi BBM yang pada akhirnya
menaikkan harga BBM di Indonesia. Yang kedua adalah bagaimana sebaiknya
penyaluran dana sisa subsidi itu yang menurut perhitungan APBN jumlahnya
sekitar 800 miliar rupiah.
Penghapusan
Subsidi BBM
Dari
sudut pandang kebijaksanaan publik (public policy), langkah pengurangan
subsidi BBM ini sebetulnya langkah yang benar meskipun merupakan langkah
yang sangat tidak populer bagi rakyat banyak, karena kebijksanaan ini akan
memberikan dampak bagi seluruh lapisan masyarakat.
Dalam
penentuan kebijakan umum suatu negara, kaidah umum yang berlaku adalah
pemerintah sebagai pengejawantahan kekuasaan negara yang sah akan selalu
berusaha untuk memberdayakan anggota masyarakat dengan kekuatan ekonomi
lemah melalui perlakuan khusus sedemikian hingga kelompok masyarakat itu
menjadi mampu bersaing dan menikmati kehidupan yang layak sesuai dengan
batasan yang diberikan.
Jadi
jelas dalam konteks BBM, perlakuan khusus, dalam hal ini subsidi,
seharusnya bertujuan untuk menciptakan keseimbangan tersebut. Suatu hal
yang sangat tidak tepat jika subsidi itu kemudian diberikan secara merata
pada setiap gugusan masyarakat. Karena, dalam suatu komunitas akan selalu
berlaku hukum pareto, yaitu 20% dari komunitas itu sebetulnya menggunakan
80% dari seluruh sumber daya yang tersedia. Yang termasuk dalam 20%
komunitas tersebut tidak lain adalah industri-industri yang ada di negara
kita dan para pelaku ekonomi yang sudah mempunyai kemampuan ekonomi yang
kuat. Jika praktek ini terus
dibiarkan, maka beban keuangan negara akhirnya hanya dinikmati oleh
sekelompok kecil gugusan masyarakat kita. Atau dengan kata lain sebetulnya
tujuan awal perlakuan khusus yang diterapkan tidak tercapai.
Hal
lain yang juga perlu dikemukakan adalah bahwa subsidi pada umunya
diberikan pada subyek yang menjadi pengguna suatu komoditi, dan bukan pada
komoditinya. Jadi subsidi BBM harusnya tidak diberikan pada komoditi
BBM-nya melainkan pada gugus masyarakat dengan kekuatan ekonomi lemah.
Namun kita semua tahu bahwa jika hal ini dikemukakan kita semua akan
terlibat dalam sebuah diskusi panjang, tiada henti, sehubungan dengan
siapa yang berhak menerima, kriteria, proses penyaluran dan hal-hal lain
yang sering membuat kita lupa pada esensi masalahnya. Hal itu terjadi
karena ketidakpercayaan kita pada sistem dasar pemerintahan kita sendiri.
Ketika beberapa topik diskusi berkaitan tentang subsidi itu dilontarkan,
sebetulnya kita merujuk pada sistem data dan proses pendataan kependudukan
kita, yang harus secara lapang dada kita akui sangat banyak kekurangannya.
Oleh
karena itu apa yang dilakukan pemerintah untuk mengurangi subsidi BBM
secara bertahap saat ini sebetulnya merupakan langkah yang benar. Apakah
tepat waktunya ? Untuk pertanyaan ini harus dijawab tidak, karena
seharusnya langkah ini kita lakukan saat ekonomi negara kita masih
mempunyai pertumbuhan yang baik dan menjanjikan. Tetapi kita semua
berharap langkah ini merupakan pil pahit yang harus kita telan agar negara
kita segera sembuh dari penyakit ekonomi yang tidak juga kunjung reda ini.
Penyaluran
Subsidi BBM
Berbagai
kontroversi muncul berkaitan dengan metode penyaluran dana sisa subsidi
BBM ini. Beberapa orang menyarankan agar dana tersebut disalurkan ke
masyarakat melalui piranti pemerintahan daerah sampai desa, ada juga yang
mempunyai usulan untuk menyalurkannya melalui koperasi, sebagian yang lain
menyarankan agar dana tersebut disalurkan melalui Lembaga Swadaya
Masyarakat. Ketiga alternatif tersebut mempunyai kemiripan dari segi
jangkauan misi-nya, yaitu sebuah misi jangka pendek, dana subsidi tersebut
bisa segera sampai ke tangan yang berhak. Itu saja.
Dapat
dimengerti dalam situasi chaos seperti saat ini setiap individu akan
selalu dipaksa untuk berpikir cepat dan sering kali itu hal itu benar
untuk jangka pendek, namun akan menghasilkan nilai yang berbeda untuk
jangka panjang. Dalam situasi seperti ini semakin sedikit dari kita mampu
menghasilkan pemikiran yang bisa menjangkau jauh ke depan.
Penulis
berpendapat, satu-satunya tempat yang paling berhak untuk mendapatkan dana
sisa subsidi BBM ini adalah pendidikan. Seperti kita ketahui sejak awal
krisis ekonomi yang mendera bangsa ini, begitu banyak tunas bangsa yang
harus menanggalkan cita-citanya karena keterbatasan dana. Begitu besar
bagian masa depan bangsa ini menjadi tidak menentu lagi.
Seperti
kita ketahui bersama, investasi di bidang pendidikan adalah sebuah jenis
investasi jangka panjang dan hasilnya akan sangat abstrak untuk diukur.
Tetapi satu hal yang harus kita sadari bersama, negara-negara maju seperti
Jepang, Jerman, dan Amerika Serikat adalah negara-negara yang memaksakan
diri untuk mengalokasikan dananya di bidang pendidikan bukan saat mereka
sudah maju melainkan saat mereka dalam kondisi krisis. Dunia pendidikan
adalah dunia yang tidak pernah dikelola dengan baik dan benar di negara
kita, bukan karena ketidakmampuan para pengelola-nya, namun lebih pada
skala prioritas yang digunakan oleh pemerintah.
Jika
kemudian ditanyakan bagaiamana cara penyaluran dana tersebut kepada yang
berhak, secara singkat penulis dapat memberikan 3 alternatif yang sangat
layak untuk dipertimbangkan dan mungkin untuk segera dilakukan di tengah
kondisi negara yang agak ruwet seperti saat ini.
Alternatif
yang pertama, untuk dana 800 miliar rupiah hasil pengurangan subsidi itu
dapat disalurkan berupa beasiswa pada mahasiswa atau anak-anak sekolah (SMA)
yang putus sekolah karena kekurangan biaya. Untuk mahasiswa, cara termudah
adalah dengan menentukan 10-15 Peguruan Tinggi Negeri Tebaik di Indonesia
untuk kemudian segera mencari jumlah mereka yang terancam Drop Out (DO).
Penulis yakin para pendidik di negeri ini masih memegang nilai-nilai
kemanusiaan yang sangat tinggi. Para mahasiswa tersebut dapat menerima
dana beasiswa itu melalui tabungan masing-masing, sehingga over-head cost
dapat dihindari. Jika hendak disalurkan ke murid SMA yang putus sekolah,
dapat ditempuh dengan mengumpulkan daftar SMA terbaik di masing-masing
kabupaten di Indonesia dengan kriteria yang ditetapkan, kemudian dicari
mereka yang kekurangan biaya dengan kriteria prestasi tertentu. Dana dapat
disalurkan melalui tabungan masing-masing sehingga tidak ada pembelanjaan
untuk overhead cost. Dengan memberikan beasiswa bagi mereka, negara secara
tidak langsung akan menjamin adanya kesinambungan pendidikan bagi generasi
mendatang di negara ini.
Alternatif
kedua adalah untuk peningkatan kesejahteraan guru melalui penaikan gaji
para pengajar ini, khususnya mereka yang bekerja di tempat-tempat
terpencil. Sangat ironis sekali jika bangsa ini ingin memajukan dunia
pendidikan tetapi selalu melupakan jasa para pendidik ini. Dengan
pendapatan yang layak adalah sangat dimungkinkan para guru dapat kembali
melaksanakan tugas lebih baik. Akan sulit diterima jika guru diberi beban
begitu banyak tanpa adanya imbalan dan kompensasi yang cukup.
Alternatif
ketiga adalah dengan mengalokasikan dana untuk perbaikan prasarana dan
laboratorium di sekolah-sekolah yang amat membutuhkan. Begitu banyak
gedung sekolah dan laboratorium yang kini jadi tidak terpelihara karena
adanya pengurangn dana pemeliharaan sekolah. Perbaikan prasarana sekolah
akan membutuhkan pengelolaan dana yang lebih rumit dan perlu sumber daya
pengelolaan yang lebih kompeten.
Di
akhir tulisan ini penulis ingin mengajak kita semua melihat masalah BBM
dengan lebih jernih dan dengan hati
yang tulus. Sekali lagi penulis berpendapat kebijakan pemerintah untuk
menghapus subsidi adalah kebijakan yang tepat, namun harus dilihat dan
diperhatikan penyaluran yang lebih seksama sisa hasil subsidi tersebut.
Dalam tulisan ini penulis ingin memberikan masukan, bahwa bidang
pendidikan-lah yang paling layak untuk mendapatkan subsidi tersebut.
Tentang
Penulis
|
Penulis
adalah alumni Teknik Elektro, Institut Teknologi Bandung. Sejak 7
tahun yang lalu, penulis berkarir di Divisi Information Technology
pada sebuah perusahaan minyak terbesar di Indonesia yang
berkedudukan di Pekanbaru, Riau. Terlibat aktif dalam berbagai
kegiatan sosial kemasyarakatan
dan saat ini menjabat sebagai Sekretaris Ikatan Alumni
Institut Teknologi Bandung Cabang Riau. Penulis dapat dihubungi
melalui e-mail : winuadi@yahoo.com
atau silakan berkunjung ke personal website-nya di : http://come.to/winuadi
|
|